
Misteri Pabrik Gula Gondang di Klaten terletak di Jl. Solo -Jogja memiliki banyak misteri, dimulai dari penampakan, suara aneh, suara mesin beroperasi sendiri, hingga kejadian di Masa lalu. Kisah-kisah Misteri Pabrik Gula sudah tidak asing di telinga warga. Selain itu, Cerita Mistis ini juga pernah diunggah melalui Youtube oleh Channel Lidah Jawa pada tahun 2021, kemudian diangkat ke Layar Lebar Bioskop pada tahun 2024.
Pabrik Gula Gondang ( Gondang Baru ), pada masa penjajahan Belanda, pabrik gula ini bernama Pabrik Gula Gondang Winangeon. Sejak difungsikan kembali pada tahun 19860, namanya berubah menjadi Pabrik Gula Gondang Baru.
Pabrik Gondang Baru yang penuh misteri ini dikenal angker, lantaran dipercaya banyak dihuni oleh makhluk astral tak kasat mata yang menjadi penunggu pabrik gula gondang. Kejadian mistis yang pernah terjadi, sering terjadi penampilan sosok pria berseragam Belanda, noni-noni Belanda, hingga sosok manusia dengan anggota tubuh tidak utuh, bahkan sering terjadi muncul sosok tinggi besar hitam seperti Genderuwo.
Bukan itu saja, kisah mistis Pabrik Gula Gondang baru Klaten sering mendengar suara-suara orang yang minta tolong, suara orang merintih kesakitan dan penampakan hantu yang memiliki wujud bermacam-macam.
Apalagi cerita mistis Pabrik Gula Gondang Baru, diangkat menjadi sebuah Film Horor Bioskop Indonesia, dengan Judul sama, berhasil menarik perhatian penonton dengan atmosfer menyeramkan yang terasa sangat nyata. Selain karena jalan ceritanya yang mencekam, faktor lain adalah Lokasi syutingnya yang benar-benar otentik.
Pertama, Pabrik Gula Gindang Winangoen di Klaten, Jawa Tengah, dan yang kedua adalah sebuah pabrik tua yang berada di kawasan Cirebon, Jawa Barat. Kedua tempat ini dianggap mampu menghadirkan nuansa mistis yang kuat, sesuai dengan suasana kelam yang diusung dalam film.

Salah satu lokasi utama pengambilan gambar adalah Pabrik Gula Gondang Winangoen yang berada di Klaten, Jawa Tengah. Memiliki nilai sejarah yang tinggi karena telah berdiri sejak zaman kolonial Belanda.
Pada masa jayanya antara tahun 1889 hingga 1925, luas perkebunan tebu milik pabrik ini meningkat drastis dari 207 hektar menjadi 852 hektar. Pada saat Jepang menduduki pada tahun 1942-1945, pabrik ini diambil alih, dan setelah Indonesia merdeka, pengelolaan berpindah ke tangan pemerintah Indonesia melalui BPPGN.