Kisah horor viral di media sosial Twittter, kali ini dibagikan oleh akun @Saifitri86.
Dalam unggahannya itu, Sarah menceritakan jika cerita tersebut merupakan kisah nyata yang dialaminya.
Sarah adalah seorang wanita yang sekarang tinggal di kota kecil Jawa Barat.
Ia harus pindah ke Kota Kembang itu untuk menuntut Ilmu di salah satu universitas ternama di sana.
Saat pindah ke Bandung, Sarah pergi bersama ayahnya.
Ayahnya mengantarkan Sarah ke rumah kontrakan yang akan dihuni Sarah selama menuntut ilmu.
Di kontrakan itu, Sarah juga akan tinggal bersama dua orang saudara sepupunya yang juga menuntut ilmu di tempat dan angkatan yang sama dengannya.
Saudara tertua bernama Jani dan saudara yang lebih tua dari Sarah bernama Ava.
Sarah merupakan yang paling kecil dari mereka bertiga, maklum baru lulus SMA tahun yang sama.
Selama dua setengah jam di perjalanan, akhirnya ia tiba di Kota Bandung.
Ini adalah pertama kali Sarah tinggal jauh dari orang tuanya. Perasaan campur aduk tentu dirasakan Sarah.
Setelah mobil terparkir, Sarah bergegas turun dan mengambil barang-barang bawaanya.
Sembari mengangkat bawaan, Sarah dan ayah langsung menyusuri sebuah gang kecil.
Berjalan sedikit jauh ke dalam dan sampailah mereka di depan kontrakan itu.
“Assalamu’alaikum!” Kami mengucap salam sembari memasuki rumah yang pintunya memang terbuka.
“Wa’alaikumsalam, Mang!” Sahut A Jani dan Teh Ava.
“Tos dugi gening. Sok atuh sakieu ayana, Sar (Udah sampai. Silahkan begini adanya, Sar),” Ucap Teh Ava kepadaku.
Saat itu Sarah tersenyum dan mengangguk dan melihat sekeliling.
Rumah tersebut adalah rumah tua dengan dua lantai dan sedikit tidak terawat.
Saat itu, Sarah memaklumi hal tersebut apalagi budget yang ia miliki untuk menyewa rumah kontrakan sangat terbatas.
Tangga menuju lantai dua adalah tangga kayu dengan pegangan kayu. Terlihat asal-asalan dibuatnya.
Sarah mendekati tangga dan melihat keatas, diujung tangga tersebut adalah tembok, sebelah kiri ada pintu kecil menuju keluar ketempat jemuran dan talang air.
Dan disebelah kanan terdapat ruangan tanpa pintu yang hanya bisa dimasuki dengan cara sedikit membungkuk.
Ruangan tersebut tepat berada di atas kamar tidur Sarah yang terletak diantara tangga dan kamar Teh Ava.
Kamar Teh Ava adalah kamar yang paling dekat dengan pintu utama.
Jani lebih memilih kamar paling ujung di dalam, sekitar tiga langkah dari tangga tepat disebrang dapur yang merupakan akses menuju satu-satunya kamar mandi di rumah itu.
Terdapat ruangan kosong yang cukup lebar di depan kamar Sarah dan kamar Teh Ava dan ruangan ini nantinya akan jadikan tempat berkumpul dengan alas karpet lusuh.
Lebih lanjut, Sarah langsung membenahi barang-barangnya di dalam kamar baru.
Ada beberapa noda lembab di dinding berwarna coklat dan sebagian terkelupas.
Pantas saja terasa dingin, memang lembab, pikirnya. Tapi sudahlah, tempat ini lumayan nyaman.
Sore pun tiba, ayah Sarah pun berpamitan untuk pulang.
Dengan berat, Sarah melepas kepergiannya karena tak tega membayangkan penghuni rumahnya hanya tinggal Ayah dan Mamahnya saja.
Perlu diketahui, kedua kakak Sarah sudah memiliki kehidupan masing-masing di luar kota.
Tentu sebagai anak bungsu merasa berat untuk meninggalkan orang tuanya.
Singkat cerita, satu bulan menempati rumah tersebut, Sarah tidak merasakan ada yang aneh.
Atau mungkin Sarah mengabaikannya karena sibuk pada ospek dan persiapan kuliah?
Oh ya, Sarah bukanlah sosok yang indigo. Namun, ia terkadang bisa merasakan keberadaan makhluk halus di sekitarnya.
Sampai pada suatu hari, saat itu kegiatan belajar sudah berjalan dan tugas-tugas mulai berdatangan, Sarah harus pulang ke kontrakan sekitar pukul 7 malam dan langsung tertidur.
Setelah lama Sarah tertidur, ia terbangun dengan keadaan sekelilingnya yang gelap sekali.
Memang kebiasaan Sarah saat hendak tidur selalu mematikan lampu kamar, ia tidak bisa tidur dalam kondisi terang.
Tapi saat itu benar-benar gelap total dan Sarah harus membiasakan matanya dalam gelap.
Setelah nyawanya kumpul, Sarah baru sadar jika kegelapan ini karena lampu ruangan di depan kamarnya mati.
Biasanya kalo malam lampu tersebut dinyalakan dan cahayanya masuk lewat jendela di atas pintu kamar dan lewat sela-sela pintu yang rapuh.
Saat itu, Sarah meraba-raba mencari HP dalam gelapan, ternyata ada telepon dan sms masuk selama ia tidur.
Dari kedua saudaranya yang mengabarkan mereka tidak bisa pulang karena mengerjakan tugas kelompok di kost temannya.. Yang berarti, Sarah harus sendirian di kontrakan.
Saat Sarah melihat jam, ternyata saat itu sudah pukul dua malam.
Ia sedikit merinding dan berusaha tidur kembali, tapi kantuknya sudah hilang.
Jadi, Sarah memaksakan untuk menutup mata dan pikirannya melayang kesana kemari.
Seketika ia teringat, bukankah saat pulang tadi ia membuka pintu utama dan langsung menyalakan lampu ruang depan?
Sarah sangat ingat betul jika ia langsung masuk kamar, ganti baju lalu tertidur.
Dia tidak memadamkan lampu itu, bahkan lampu itu selalu menyala setiap malam dan menjadi satu-satunya sumber cahaya di malam hari.
Lalu kenapa sekarang padam?
Sarah hanya bisa berusaha tenang, dan memastikan ingatannya
Saat hendak bangun dari tidurnya dan menyalakan lampu kamar, tiba-tiba Sarah mendengar suara lirih sekali dari balik pintu kamarnya “Hihihihi…”
DEG! Detak jantung Sarah saat itu serasa berhenti.
Seketika ia mengurungkan diri untuk berdiri. Sarah hanya duduk di atas tempat tidur sambil memegang erat selimut.
Sarah diam dalam posisi waspada, ragu antara yakin mendengar suara tawa dan berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa ia hanya salah dengar.
Ia terus berusaha fokus, tapi yang didengar hanya hening.
Pelan-pelan Sarah kembali ke posisi tidur. Berhati-hati sekali seakan-akan membangunkan sesuatu yang ia pun tak tau apa.
Suara langkah kaki kecil berlari melintas di depan kamarnya.
Otak Sarah langsung merespon jika itu adalah tikus.
“Tikus! Ya itu tikus! (Atau mudah2an tikus),” dipikirannya.
Belum selesai ia meyakinkan diri sendiri, suara lain membuatnya kaku sekaku-kakunya.
Dug.. Sreeekkkkk.. Dug.. Sreeekkkkk.. Suara sesuatu diseret.
Seperti orang yang berjalan pincang dengan satu kaki diseret, berkeliling di ruangan depan kamarnya.
Sesekali mendekati ke arah kamar Sarah ke arah kamar Teh Ava dan berputar lagi.
“Hihihihi…” Suara tertawa lirih itu muncul lagi.
Kali ini, Sarah yakin jika ia tidak salah dengar.
Dengan ketakutakan, Sarah menutup seluruh tubuhnya dengan selimut sembari memejamkan mata rapat-rapat.
Keringat membasahi bajunya.
Saat itu Sarah berusaha membaca ayat apapun yang diingatnya. Tapi tidak satupun lancar diucapkannya.
Terbesit dalam pikirannya untuk bangun dan menyalakan lampu kamar.
Pikirnya kalau terang ia akan lebih tenang? Tapi disisi lain, Sarah merasa takut jika dengan menyalakan lampu ia malah akan melihat sosok-sosok yang sedang mengganggunya.
Entah berapa lama Sarah diam dalam posisi yang sama. Tidak bergerak dan suara-suara itu tidak kunjung pergi.
Ia tidak berani membuka selimut, takut justru mereka akan muncul di depan mukanya. Padahal kondisinya saat itu sudah basah kuyup oleh keringat.
Mungkin karena tubuh Sarah lelah setelah tegang dalam waktu lama, akhirnya ia pun tertidur dengan sendirinya.
Sarah terbangun saat adzan subuh berkumandang, suara-suara aneh itu sudah hilang.
Meski sedikit lega karena ada suara-suara orang di gang berjalan menuju masjid untuk salat subuh, tapi rasa takut Sarah masih sangat besar.
Ya.. itu adalah momen pertama Sarah ‘berkenalan’ dengan penghuni kontrakan.
Walau tidak bertatap muka langsung, tapi perkenalan itu membekas hingga sekarang.
Ia tidak akan menceritakan kejadian tersebut kepada kedua saudaranya.
Bukan apa-apa, Sarah sendiri takut menceritakan ulang saat dirinya masih tinggal di rumah itu.
Dan mereka mengontrak selama 1 tahun, artinya Sarah harus bertahan selama 11 bulan kedepan.
Setelah kejadian itu, ia hanya merasakan beberapa gangguan-gangguan ‘kecil’ menimpanya seperti barang berpindah tempat sendiri, selimut ditarik saat tidur, atau melihat sekelebat bayangan melintas.
Singkat cerita, bulan Ramadhan telah datang, gangguan kecil itu mulai berkurang, meski tidak 100 persen hilang.
Lebih lanjut, Gerald adalah tetangga Sarah yang bertempat tinggal di ujung gang.
Dia adalah anak band yang gaul dan cocok berteman dengan Sarah karena kepribadiannya yang asyik.
Sejak pertemuan pertama mereka jadi semakin akrab, hingga akhirnya pada suatu malam mereka memutuskan untuk sahur bersama di salah satu kafe di Lembang.
“Gerald jemput jam 9 ya, Nong!” Ucap Gerald sebelum menutup telepon.
Nong adalah panggilan Sarah dari Gerald. Rencana sahur malam ini hanya akan ada mereka berdua karena teman-teman yang lain tidak bisa ikut.
Tak masalah, bagi mereka suasana alam terbuka dan hawa yang dingin adalah favorit mereka.
Saat itu, Sarah baru saja selesai meeting dengan anak-anak band.
Ia bergabung menjadi salah satu vokalis di band tersebut.